Agensi Theory




BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pengelolaan perusahaan meruapakan salah satu permasalahan dalam yang dihadapi pemilik bisnis. Kondisi ini menyebabkan pemilik tidak dapat mengelola sendiri, akibatnya tanggung jawab pengelolaan perusahaaan di limpahkan pada pihak kedua, sehingga terjadilah pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan antara pemilik sebagai prinsipal (principle) dan manajer sebagai agen (Agent).

Pemisahan kepemilikan dan pengendalian tersebut dapat menyebabkan manajer bertindak tidak sesuai dengan kegiatan prinsipal. Dalam melaksanakan tugas manajerial, manajer memiliki tujuan pribadi yang bersaingan dengan tujuan prinsipal didalam memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Manajer membebankan biaya kepada perusahaan sehingga mengurangi keuntungan dan pembayaran dividen. Konflik yang disebabkan oleh pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan disebut sebagai konflik keagenan (agency conflict).

Menurut teori keagenan, agen memiliki kesempatan untuk memaksimalkan kesejahteraannya sendiri dengan mengorbankan kepentingan pemegang saham, debtholders, dan pihak pengontrakan lainnya (principals). Teori tersebut menjelaskan perusahaan merupakan nexus of contract yakni tempat bertemunya kontrak antar berbagai pihak yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. 

Hubungan keagenan sebagai hubungan yang timbul karena adanya kontrak yang ditetapkan antara prinsipal yang menggunakan agen untuk melakukan jasa yang menjadi kepentingan prinsipal dalam hal terjadi pemisahan kepemilikan dan kontrol perusahaan. 

Secara garis besar (Jensen dan Meckling,1976) menggambarkan dua macam bentuk hubungan keagenan, yaitu antara manajer dengan pemegang saham (shareholders) dan antara manajer dengan pemberi pinjaman (bondholders). Hubungan kontraktual ini agar dapat berjalan lancar, prinsipal memberikan otoritas kepada agen dan hubungan ini perlu diatur dalam suatu kontrak yang dinyatakan dalam laporan keuangan sebagai dasarnya. 



1.2. Tujuan


Untuk menjelaskan pengaruh agency theory terhadap stakeholders.


BAB 2 Tinjauan Teoritis

2.1. Teori Keagenan (Agency Theory)


Salah satu tujuan perusahaan adalah untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Tujuan tersebut seringkali hanya bisa dicapai apabila tanggung jawab pengelolaan perusahaan diserahkan kepada para profesional, dikarenakan para pemilik modal memiliki banyak keterbatasan. Dengan menyerahkan pengelolaan perusahaan tersebut kepada pada profesional, diharapkan mereka dapat menutup keterbatasan yang ada. Para profesional ini disebut dengan manajer atau agen. manajer diberi kekuasaan oleh pemilik perusahaan, yaitu pemegang saham, untuk membuat keputusan, dalam hal ini menciptakan konflik potensial atas kepentingan yang disebut dengan teori agen (agency theory)..

Menurut Jensen dan Meckling (1976) agency theory adalah sebuah kontrak antara karyawan (agen) dengan manajer (prinsipal). Agar hubungan kontrak ini dapat berjalan dengan lancar, pemilik akan mendelegasikan otoritas pembuatan keputusan kepada manajer. Perencanaan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen dalam hal konflik kepentingan inilah yang merupakan inti dari agency theory.

Selain itu (Eisenhardt, 1989) mengemukakan teori keagenan ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan. Pertama adalah masalah keagenan yang timbul pada saat (a) keinginan-keinginan atau tujuan-tujuan dari prinsipal dan agen berlawanan dan (b) merupakan suatu hal yang sulit atau mahal bagi prinsipal untuk melakukan verifikasi tentang apa yang benar-benar dilakukan oleh agen. Kedua adalah masalah pembagian resiko yang timbul pada saat prinsipal dan agen memiliki sikap yang berbeda terhadap resiko. Dengan demikian, prinsipal dan agen mungkin memiliki preferensi tindakan yang berbeda dikarenakan adanya perbedaan preferensi resiko.


2.2. Penyebab Konflik Keagenan


Crutchley dan Hansen, (1989) mengemukakan Investor memilih resiko tinggi untuk mendapatkan return tinggi sedangkan manajer memilih resiko rendah untuk mempertahankan posisi atau sebaliknya di dalam perusahaan. 

Penunjukkan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan, menurut Jensen dan Meckling (1976) akan memunculkan perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Perbedaan sangat mungkin terjadi karena para pengambil keputusan tidak perlu menanggung resiko sebagai akibat adanya kesalahan dalam pengambilan keputusan bisnis, begitu pula jika mereka tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan. Resiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh para pemilik. Karena tidak menanggung resiko dan tidak mendapat tekanan dari pihak lain dalam mengamankan investasi para pemegang saham, maka pihak manajemen cenderung membuat keputusan yang tidak optimal. Kondisi ini akan menimbulkan masalah keagenan

Masalah keagenan antara pemegang saham dengan manajer, potensial terjadi jika manajer memiliki kurang dari 100% saham perusahaan. Karena tidak semua keuntungan akan dapat dinikmati oleh manajer maka mereka tidak berkonsentrasi pada maksimisasi kemakmuran pemegang saham.

. Menurut Demsey dan Laber (1993) Masalah keagenan banyak dipengaruhi oleh insider ownership. Insider ownership adalah pemilik perusahaan sekaligus menjadi pengelola perusahaan. Semakin besar insider ownership, perbedaan kepentingan antara pemegang saham (pemilik) dengan pengelola perusahaan semakin kecil, mereka akan bertindak lebih hati-hati karena mereka akan ikut menanggung konsekuensi dari tindakan yang dilakukan. Apabila insider ownership kecil, yang berarti hanya sedikit jumlah pemegang saham yang ikut terlibat dalam mengelola perusahaan maka semakin tinggi kemungkinan munculnya masalah keagenan karena perbedaan kepentingan antara pemilik saham dengan pengelola perusahaan semakin besar.

2.3. Akibat Konflik Keagenan


Hubungan antara dividen dengen kepemilikan manajerial dipahami melalu free cash flow hypothesis (Jensen, 1986). Perusahaan dalam menggunakan cash flow dari net present value yang positif memicu konflik keagenan. Konflik ini terjadi karena manajer dengan persentase kepemilikan saham kurang dari 100% menggunakan cash flow untuk kepentingan yang tidak menguntungkan bagi perusahaan. Tindakan tersebut mengakibatkan kas digunakan untuk kepentingan outsider stockholder dan mengurangi kas yang digunakan untuk mengembangkan perusahaan Berdasarkan permasalahan ini diperlukan suatu mekanisme dalam memotivasi manajer sehingga mengalokasikan kelebihan cash flow pad aktifitas yang tepat, seperti meningkatkan Dividen payout ratio (DPR). 

Selain itu Pemegang saham yang semakin menyebar kurang efektif dalam monitoring dan sulit untuk melakukan kontrol terhadap perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976). Akibatnya masalah keagenan muncul terutama karena adanya informasi yang asimetri. Sebaliknya pemegang saham yang semakin terkonsentrasi pada satu atau beberapa pemegang saham saja akan mempermudah kontrol terhadap kebijakan yang diambil pengelola perusahaan sehingga dapat mengurangi asymmetric information dan mengurangi masalah keagenan.

Dari perbedaan kepentingan itu maka timbullah konflik yang biasa disebut konflik agensi. Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait tersebut. Akibat dari munculnya mekanisme pengawasan tersebut menyebabkan timbulnya suatu biaya yang disebut dengan agency cost. 

Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan permasalahan keagenan ditandai dengan adanya perbedaan kepentingan dan informasi yang tidak lengkap (asymetry information) di antara pemilik perusahaan (principal) dengan agen (agent). Sebagai Hasilnya akan timbul apa yang dinamakan biaya keagenan (agency cost) yang meliputi monitoring costs, bonding costs, dan residual losses. Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh principal untuk memonitor perilaku agen, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agen. Contoh biaya ini adalah biaya audit dan biaya untuk menetapkan rencana kompensasi manajer, pembatasan anggaran, dan aturan-aturan operasi. Sementara bonding cost adalah biaya yang ditanggung oleh agen untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen yang bertindak untuk kepentingan principal, misalnya biaya yang dikeluarkan oleh manajer termotivasi meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemegang saham. Contoh bonding cost misalnya biaya yang dikeluarkan oleh manajer untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemegang saham. Pemegang saham hanya akan mengijinkan bonding cost terjadi jika biaya tersebut dapat mengurangi monitoring cost. Sedangkan residual loss timbul dari kenyataan bahwa agen kadangkala berbeda dari tindakan yang memaksimumkan kepentingan prinsipal.



2.4 Penanganan Konflik Keagenan


Ada beberapa cara untuk mengurangi konflik keagenan, yaitu 

a. Peningkatan kepentingan manajerial 


Peningkatan kepentingan manajerial digunakan sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan. perusahaan meningkatkan kepemilikan manajerial untuk mensejajarkan kedudukan manajerial dengan pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan peningkatan persentase kepemilikan, manajer termotivasi meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham (Crutchley dan Hansen, 1989).


b. Kepemilikan institusional sebagai agen pengawas


Kepemilikan institusional dapat digunakan sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan antara pemegang saham dan manajer. Pada beberapa penelitian institusional digunakan sebagai variabel kontrol terhadap kepemilikan manajerial. Hal ini disebabkan karena manajer tidak dapat mempengaruhi persentase saham yang dimiliki oleh institusi, tetapi kepemilikan institusional berpengaruh dalam menentukan kepemilikan manajerial maupun penggunaan hutang (Crutchley dan Hansen, 1989).


c. Meningkatkan Pendanaan Melalui Hutang


Penggunaan hutang diharapkan dapat mengurangi konflik keagenan. Penambahan hutang dalam struktur modal mengurangi penggunaan saham sehingga mengurangi biaya keagenan ekuitas. Perusahaan memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan membayar beban bunga secara periodik. Kondisi ini menyebabkan manajer bekerja keras untuk meningkatkan laba sehingga dapat memenuhi kewajiban dari penggunaan hutang. Sebagai konsekuensinya dari kebijakan ini perusahaan menghadapi biaya keagenan hutang dan resiko kebangkrutan (Crutchley dan Hansen, 1989).

d. Kebijakan Dividen


Kebijakan dividen merupakan keputusan yang sangat penting dalam perusahaan. Kebijakan ini akan melibatkan dua pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda, yaitu pihak pertama para pemegang saham dan pihak kedua perusahaan itu sendiri (manajemen). Dividen diartikan sebagai pembayaran kepada pemegang saham oleh perusahaan atas keuntungan yang diperoleh. Menurut Crutchley dan Hansen (1989), peningkatan dividen diharapkan dapat mengurangi biaya keagenan. Hal ini disebabkan DPR (dividen payout ratio) besar menyebabkan rasio laba ditahan kecil dan perusahaan menambah dana dari sumber eksternal, seperti emisi saham baru. Penambahan dana menyebabkan kinerja manajer dimonitor oleh bursa, komisi sekuritas, dan penyedia dana baru. Pengawasan kinerja menyebabkan manajer bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham sehingga mengurangi biaya keagenan.

e. Tingkat Risiko


Tingkat resiko dapat digunakan untuk mengurangi konflik keagenan. Menurut Demsetz dan Lehn (1985), risiko berpengaruh positif dan negatif terhadap kepemilikan manajerial. Pada tingkat risiko tinggi perusahaan sulit mengawasi kondisi eksternal sehingga meningkatkan kepemilikan manajerial sebagai cara untuk mengawasi kondisi internal. Pada tingkat risiko yang semakin meningkat, manajer tidak berani untuk menanggung resiko (risk aversion) sehingga melakukan diversifikasi pada kesempatan investasi yang menguntungkan. Selanjutnya Crutchley dan Hansen (1989),membuktikan hubungan kausal positif antara risiko dan kepemilikan manajerial dapat mengurangi konflik keagenan. Cara tru menyebabkan manajer memiliki kekuasaan dalam mengambil keputusandan termotivasi untuk meningkatkan kemakmuran pemegang saham.

f. Kebijakan lnsentif


Manajer dapat dimotivasi untuk bertindak demi kepentingan pemegang saham melalui pemberian insentif berupa imbalan atas kinerja yang baik dan hukuman untuk kinerja yang buruk.


f.        Mekanisme untuk Mengurangi Masalah Agensi
Untuk mengurangi kesempatan manajer melakukan tindakan yang merugikan investor luar, Jensen dan Meckling (1976) mengidentifikasi ada dua cara yaitu investor luar melakukan pengawasan (monitoring) dan manajer sendiri melakukan pembatasanpembatasan atas  tindakan–tindakannya (bonding).  Pada satu sisi, kedua kegiatan tersebut akan mengurangi kesempatan penyimpangan oleh manajer sehingga nilai perusahaan akan meningkat sedangkan pada sisi yang lain keduanya akan memunculkan biaya sehingga akan mengurangi nilai perusahaan.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa calon investor akan mengantisipasi adanya kedua biaya tersebut ditambah dengan kerugian yang masih muncul meskipun sudah ada monitoring dan bonding, yang disebut residual cost. Antisipasi atas ketiga biaya yang didefinisikan sebagai biaya agensi ini nampak pada harga saham yang terdiskon saat perusahaan menjual sahamnya.
Mekanisme monitoring bisa  dilakukan  dengan  pembentukan dewan  komisaris, pasar corporate control, pemegang saham besar, kepemilikan terkonsentrasi dan pasar manajer. Mekanisme kontrol dilakukan dengan peningkatan kepemilikan manajer dan bonding dengan meningkatkan hutang dan meningkatkan deviden.




BAB KESIMPULAN

            Agency theory  adalah sebuah kontrak antara karyawan (agen) dengan manajer  (prinsipal). Agar hubungan kontrak ini dapat berjalan dengan lancar, pemilik akan mendelegasikan otoritas pembuatan keputusan kepada manajer. Penunjukkan   manajer   oleh   pemegang saham   untuk   mengelola perusahaan,  akan memunculkan perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham.   
Perbedaan   sangat mungkin  terjadi  karena  para  pengambil keputusan tidak perlu menanggung resiko sebagai akibat adanya  kesalahan dalam pengambilan   keputusan bisnis, begitu pula jika mereka tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Perencanaan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan  kepentingan prinsipal dan agen  dalam hal konflik kepentingan inilah yang merupakan inti dari  agency theory.




STUDI EMPIRIS

Judul                : Pengaruh Corporate Governance Terhadap Efektifitas
Mekanisme Pengurang Masalah Agensi
Pengarang        : Zaenal Arifin & Nina Rachmawati
Jurnal Siasat Bisnis Vol. 11 No. 3, DESEMBER 2006: 237 – 247

Populasi penelitian ini  adalah  perusahaan-perusahaan yang  terdaftar  di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Sampel penelitian adalah seluruh perusahaan non keuangan dari tahun 2001 2004. Pemilihan perusahaan non keuangan dilakukan karena dalam penelitian ini ada variabel debt ratio yang kurang pas jika diterapkan pada perusahaan keuangan. Sampel dimulai tahun 2001 karena data tentang skor corporate governance baru ada sejak tahun 2001.
            Penelitian  in mengajukan  pertanyaan  apakah   corporate   governance berpengaruh terhadap efektifitas mekanisme pengurang masalah agensi. Nilai corporate governance diambil dari majalah SWA dan variabel mekanisme pengurang masalah  agensi  adalah  mekanisme  bonding  dengan  peningkatadeviden  dan hutang, serta mekanisme monitoring oleh dewan komisaris independen. Hasil uji empiris menunjukkan bahwa nilai corporate governance perpengaruh terhadap efektifitas mekanisme hutang, meskipun arahnya berkebalikan dari toeri. Pada perusahaan yang bagus corporate governance-nya, peningkatan porsi hutang tidak mempengaruhi masalah  agensi  namun  pada  perusahaayang  buruk  corporate governance-nya, peningkatan hutang akan meningkatkan masalah agensi. Faktor realtif  tingginya  porsi  hutang  di  perusahaan  yang  terdaftar  di  BEJ  bisa  jadi merupakan salah satu penyebabnya. Sementara itu dua mekanisme yang lain yaitu dividen dan dewan komisaris independen terbukti tidak efektif untuk mengurangi maslaah agensi baik pada perusahaan yang bagus maupun yang buruk corporate governance-nya.




Judul                : Agency Cost pada Perusahaan Keluarga dan Non Keluarga
Penulis             : Layyinatur robaniyah, Rachmat Sudarsono, Desi Fitriyana
  Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran, Bandung
  Jurnal Siasat Bisnis Vol 18 No 2, Juli 2014 hal 169-79



Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh agency cost terhadap kinerja perusahaan pada perusahaan keluarga dan non keluarga. Agency cost dalam penelitian ini diproksikan dengan expense ratio dan asset utilization ratio, sementara itu kinerja perusahaan diproksikan dengan rasio Tobins Q. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 32 perusahaan dengan struktur kepemilikan keluarga dan 22 perusahaan dengan struktur kepemilikan non keluarga yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2008-2010. Dengan analisis regresi data panel diperoleh hasil bahwa expense ratio memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap kinerja perusahaan. Sementara itu, untuk asset utilization ratio memiliki pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Lebih lanjut, dengan efek moderasi, kepemilikan keluarga dapat memperlemah pengaruh negatif agency cost yang diproksikan dengan expense ratio dan dapat memperlemah pengaruh positif agency cost yang diproksikan dengan asset utilization ratio terhadap kinerja perusahaan

Daftar Pustaka



Ahmad, AW dan S Yossi. 2008. Konflik Keagenan: Tinjauan Teoritis dan Cara Menguranginya Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 3 No.2 Desember hal 47-55

Crutchley, C.E, dan Hansen. 1989. A Test Of The Agency Theory Of Managerial Ownership, Corporate Leverage, And Corporate Dividends. Financial Management 18, hal 36-46.

Demsetz, H dan K. Lehn. 1985. The Structure Of Corporate Ownership: Causes And Consequences. Journal of Political Economy 93. Hal 1155-1177.

Demsey, S and L. Gene. 1993. Effect Of Agency And Transcation Costs On Dividend Payout Ratio. The Journal Of Finance Research, Vol. xv, no,4 winter.

Jensen, M., dan W.H. Meckling. 1976. Theory Of The Firm: Magerial Behavior, Agency Cost And Ownership Structure. Journal Of Financial Economics 3. Hal. 305- 360.

Jensen, M. 1986. Agency Cost Of Free Cash Flow, Corporate Finance And Take Overs. American Economics Review, Vol. 76. Hal 323-326.



Share this

Related Posts

Previous
Next Post »