Tari Ranup lam Puan

Tari Ranup lam Puan adalah sebuah tarian tradisional suku Aceh yang berasal dari wilayah Banda Aceh. Tari ini diciptakan oleh Yuslizar pada tahun 1959 berdasarkan adat istiadat yang ada di Aceh, terutama adat menyambut dan menghormati tamu. Tamu biasanya disambut dengan penuh kehormatan dalam sebuah rumah dengan menyajikan sirih.



KOMPONEN-KOMPONEN TARI

Peralatan/Bahan: 
Bate (Puan) 
Ranub (Sirih, Pinang, Kapur, Gambir, dan Cengkeh) 
Ceuradi (alas puan) 
Sange (tutup bate) 



Fungsi Ranub:


Fungsi Ranub untuk suguhan kepada tamu (dapat dimakan ) guna menghormati yang menyuguhkannya.



NILAI-NILAI FILOSOFI DAN TRADISI MARTABAT



Bagi Masyarakat Aceh Sirih (Ranub) memilili berbagai dimensi makna simbolik, disamping dimensi fungsional yaitu:



Sirih (Ranub) sebagai simbol Pemulia Tamu



Sirih sebagai simbol pemulia tamu atau penghormatan terhadap sesorang yang dihormati. Hal ini dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat Aceh untuk menjamu tamunya. Dalam tradisi Jamuan raja-raja di Aceh, seperti Jamuan kepada Sir James Lancastle utusan Raja Inggris James I pada masa Sultan Alauddin Riayatsyah Saidil Mukammal (1602 M), sirih sudah merupakan suguhan persembahan kepada tamu-tamu agung. Tradisi penyuguhan sirih untuk memuliakan tamu sudah merakyat sejak dari dahulu kala dalam masyarakat Aceh.


Berkaitan dengan adat menyuguhkan sirih tersebut, dapat diartikasn sebagai simbol kerendahan hati dan sengaaja memuliakan tamu atau orang lain walaupun dia sendiri adalah seorang yang pemberani dan peramah.


Sirih (Ranub) sebagai sumber perdamaian dan Kehangatan Sosial



Sirih bermakna sebagai sumber perdamaian dan kehangatan sosial tergambat ketika berlangsung musyawarah untuk menyelesaikan persengketaan, upacara perdamaian, peusijuek, meu-uroh, dan upacara-upacara lainnya. Semua upacara-upacara tersebut diawali dengan menyuguhkan sirih sebelum upacara tersebut dimulai.



Sirih sebagai Media Komunikasi Sosial


Sirih sebagai Media Komunikasi Sosial, Sirih sering diungkapkan dengan Istilah Ranub Sigapu sebagai pembuka komunikasi. Setiap buku yang dikarang masyaraakat Aceh, ranub sigapu menjadi bagian yang paling awal dari isi buku tersebut.


NILAI-NILAI IDENTITAS KEACEHAN, DAN HAK PATEN 



Tari Ranub Lampuan sampai saat ini sudah menjadi salah satu identitas/icon tarian tradisional Aceh yang menglobal/universal. Karena itu sesuai dengan gerak, lagu, properti, dan fungsinya harus dilindungi dan dilestarikan (tidak diubah-ubah), dan seharusnya diusulkan HAKI nya.







umber: http://maa.acehprov.go.id

Macam - Macam Diet


Diet ‘lunchbox’
Tips diet ini sebenarnya sebenarnya dengan menggunakan cara yang biasa, baik saat melakukan makan siang, malan dan sarapan. Tetapi saat menggunakan tips dan cara ini adalah dengan ukurankotak makan siang yang standar. Isi makanan (yang tentunya sehat) terdiri dari 60 persen sayuran, 30 persen protein, 10 persen lemak. Nah artis yang sukses menjadi langsing dengan cara diet ini adalah Keira Knightley dan Cameron Diaz

Diet Cuka Apel
Orang gemuk biasanya mempunyai nafsu makan yang besar. Namun anda dapat mengurangi nafsu makan tersebut yaitu dengan sebelumnya makan cuka apel. Satu botol cuka apel bisa anda dapatkan di pasaran (Amerika). Takaran yang digunakan supaya langing adalah satu sendok makan. Oh ya artis Hollywood yang langsing gara-gara ini adalah Heidi Klum dan Fergie ‘Black Eyed Peas’

Baby Food Diet
Beberapa artiks Hollywood langsing yang terang-terang menggunakan ini adalah Uma Thurman dan Denise Richards. Cara diet ini mengharuskan kita mengkonsumsi makanan sehat seperti makanan bayi yaitu dengan porsi yang sedikit.
Contoh makanan sehatnya adalah Kentang atau nasi, sayuran, ikan atau hati ayam

Cookie diet
Ini adalah tips langsing favorite Jennifer Hudson, tips yang dia lakukan adalah mengkonsumsi empat sampai tujuh cookie perhati (total kalori harus 500-600). Belum sampai disitu, anda juga bisa mengkonsumsi makanan dengan total kalori 300 kalori. Hindari makanan bekonsultasi.

Memakan-makanan Diuretik
Berikut adalah jenis makanan yang merupakan diuretik:
1. Sayuran
Kubis, asparagus, selada, bawang putih, peterseli, kubis Brussel, bawang merah, mentimun, dan artichoke semua memiliki sifat diuretik.
2. Buah-buahan
Setiap buah yang memiliki kandungan air yang tinggi dan menyebabkan buang air kecil setelah dikonsumsi merupakan diuretik alami.
Semangka, melon, tomat, kiwi, melon, nanas, mangga, dan cranberry adalah beberapa buah yang memiliki sifat diuretik.
3. Oat
Oat dikenal karena dapat menyehatkan jantung serta memiliki sifat diuretik. Oatmeal dan oat utuh sangat baik digunakan untuk menghilangkan retensi air dalam tubuh.
4. Teh hijau dan cuka apel
Teh hijau mengandung kafein tinggi sehingga memiliki sifat diuretik.
Selain teh hijau, cuka sari apel juga memiliki dampak positif pada kandung kemih dan ginjal, dan bisa digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih.
5. Jus cranberry
Cranberry merupakan buah yang bersifat diuretik. Dalam bentuk jus, cranberry akan lebih terkonsentrasi dan memiliki efek lebih kuat.
Sebagai diuretik, jus cranberry digunakan untuk mengobati infeksi ginjal, kandung kemih, dan saluran kemih.


Kesultanan Aceh



Kesultanan Aceh merupakan kelanjutan dari Kesultanan Samudera Pasai yang hancur pada abad ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh). Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.

Aceh Darussalam pada zaman kekuasaan zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam (Sulthan Aceh ke 19), merupakan negeri yang amat kaya dan makmur. Menurut seorang penjelajah asal Perancis yang tiba pada masa kejayaan Aceh pada zaman tersebut, kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat Minangkabau hingga Perak. Kesultanan Aceh telah menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di dunia Barat pada abad ke-16, termasuk Inggris, Ottoman, dan Belanda.

Kesultanan Aceh terlibat perebutan kekuasaan yang berkepanjangan sejak awal abad ke-16, pertama dengan Portugal, lalu sejak abad ke-18 dengan Britania Raya (Inggris) dan Belanda. Pada akhir abad ke-18, Aceh terpaksa menyerahkan wilayahnya di Kedah dan Pulau Pinang di Semenanjung Melayu kepada Britania Raya.

Pada tahun 1824, Persetujuan Britania-Belanda ditandatangani, di mana Britania menyerahkan wilayahnya di Sumatra kepada Belanda. Pihak Britania mengklaim bahwa Aceh adalah koloni mereka, meskipun hal ini tidak benar. Pada tahun 1871, Britania membiarkan Belanda untuk menjajah Aceh, kemungkinan untuk mencegah Perancis dari mendapatkan kekuasaan di kawasan tersebut.

Kelenjar Saliva

Anatomi dan Klasifikasi



            
Gambar 1. Anatomi Kelenjar Saliva


Saliva diproduksi oleh tiga kelenjar ludah utama yaitu kelenjar parotid, submandibular , dan kelenjar sublingual, dan berbagai kelenjar ludah minor. Diperkirakan terdapat  600 hingga 1000  kelenjar saliva minor yang terdapat pada labial, bukal, lingual, palatal, retromolar. Selain itu, ada tiga set kelenjar ludah minor lidah seperti kelenjar Weber, ditemukan di sepanjang perbatasan lidah lateralis, itu kelenjar von Ebner, sekitar papila sirkumvalata, dan kelenjar dari Blandin dan NUHN, juga dikenal sebagai kelenjar lingual anterior, ditemukan di ventral lidah bagian anterior.
Kelenjar saliva mayor dapat  dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis sel sekretori dan jenis dari saliva yang diproduksi yaitu serosa, mukosa, dan campuran serosa dan mukosa. sel serosa menghasilkan air liur lebih encer dan kaya enzim. Sedangkan sel mukosa mengeluarkan cairan yanng lebih kental dengan glikoprotein saliva berlimpah yang dikenal sebagai mucins. 

Kelenjar parotid terutama terdiri dari sel serosa. Kelenjar submandibular adalah campuran dari jenis sel mukosa dan serosa, sedangkan kelenjar sublingual dan saliva minor kelenjar adalah jenis sel mukosa. Saliva parotis mensekresikan melalui duktus Stensen, lubang yang terlihat pada mukosa bukal disekitar molar pertama atau molar kedua rahang atas. Kelenjar saliva  submandibular mensekresikan melalui duktus Wharton, yang mengaliri saliva dari masing-masing kelenjar submandibular  dan keluar di caruncles sublingual di kedua sisi frenulum lingual. 

Saliva sublingual dapat masuk ke dasar dasar mulut secara langsung melalui saluran pendek dan independen yakni duktus Rivinus. Satu atau lebih dari duktuss ini dapat berkumpul untuk membentuk saluran utama dari kelenjar saliva sublingual yang dikenal sebagai Bartholin Duct. Kelenjar saliva minor mensekresikan  mucin  ke mukosa melalui duktus yang pendek.1




Gambar 2. Duktus Stensen 



Gambar 3. Duktus Wharthon

Infeksi Odontogenik

INFEKSI ODONTOGENIK


Definisi

Infeksi odontogenik adalah infeksi yang bersumber dari kerusakan gigi atau jaringan penyangga yang disebabkan oleh flora normal rongga mulut yang menjadi pathogen karena perubahan kualita maupun kuantitas.  Infeksi odontogenik merupakan penyakit periodontal yang dikarakteristikkan oleh infeksi pulpa akibat karies yang diawali dengan akumulasi plak dan kalkulus.1

Etiologi

Infeksi sering disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme termasuk bakteri, fungi dan berbagai jenis parasit lain. Infeksi odontogenik pada umumnya merupakan infeksi campuran berbagai macam bakteri aerob dan anaerob yang memiliki fungsi sinergis. Infeksi tahap awal bisa dimulai oleh bakteri aerob dan bakteri anaerob berperan pada tahap selanjutnya.

Junstensen (1981) mengemukakan bahwa 50% infeksi geligi dan sinusitis disebabkan oleh bakteri anaerob. Kruger (1984) mengemukakan bahwa 90% infeksi odontogenik disebabkan oleh bakteri anaerob atau kombinasi keduanya.

Francis (1986) menyebutkan bahwa bakteri anaerob yang ditemukan pada infeksi odontogenik adalah :

  • Bacteroides
  • Peptococcus
  • Peptostreptococcus

Sedangkan bakteri aerob adalah :

  • Streptococcus viridans
  • S. hemoliticus
  • Styaphylococcus 2

Patogenesis

penyebaran infeksi bersumber gigi akan melalui 3 tahap yaitu tahap abses dentoalveolar, tahap yang menyangkut spasium, dan tahap lebih lanjut yang merupakan tahap komplikasi. Suatu abses akan terjadi bila bakteri dapat masuk ke jaringan melaui suatu luka atau pun melalui folikel rambut. Pada abses rahang dapat melalui foramen apical atau marginal gingival.

Penyebaran infeksi melalui foramen periapikal berawal dari kerusakan gigi atau karies, kemudian terjadi proses inflamasi disekitar periapikal di daerah membrane periodontal berupa suatu periodontitis apikalis. Rangsangan yang ringan dan kronis menyebabkan membrane periodontal diapikal mengadakan reaksi membentuk dinding untuk mengisolasi penyebaran infeksi. Respon jaringan periapikal terhadap iritasi tersebut berupa inflamasi akut atau kronis. Apabila terjadi akut akan berupa periodontiti apikalis yang supuratif atau abses dentoalveolar.

Pada infeksi sekitar foramen apical terjadi nekrosis jaringan disertai akumulasi leukosit yang banyak dan sel-sel inflamasi lainnya. Sedangkan pada jaringan disekitar abses akan tampak hiperemi pembuluh darah dan edema. Buila masa infeksi bertambah maka tulang sekitarnya akan tersangkut, dimulai dengan hiperemi pembuluh darah kemudian infiltrasi leukosit dan akhirnya terjadi proses supurasi. Penyebaran selanjutnya akan melalui kanal tulang menuju permukaan tulang dan periosteum. Tahap berikutnya periosteum akan pecah dan pus akan berkumpul pada suatu tempat diantara spasium sehingga membentuk nsuatu rongga patologis.

Keterlibatan suatu spasium tergantung pada gigi penyebab, letak apeks gigi penyebab terhadap insersi otot yang melekat sekitar gigi dan kedekatannya kearah bukal atau lingual. Pada keadaan tertentu dapat terkena lebih dari satu spasium, hal ini merupakan keadaan yang sangat serius didalam penyebaran infeksi sampai dapat menimbulkan suatu penyebaran yang lebih jauh kearah atas kepala dan kebawah leher sampai ke mediastinum.

Manifestasi Sistemik

Demam

Termeratur normal berkisar antara 36,5 - 37,5 ºC dengan rata-rata 37. Pada anak-anak sekitar 0,3 derajat lebih tinggi dan temperatur pada axila atau inguinal biasanya 1-3 derajat lebih rendah. Peningkatan suhu merupakan salah satu gejala infeksi, tetapi harus diingat bahwa peningkatan suhu merupakan salah satu manifestasi penyakit neoplasma, seperti limphoma, inflamasi yang bukan infeksi seperti rheumatoid arthitis atau akibat seperti pada tirotoxicosis.

Peningkatan temperatur pada infeksi disebabkan pusat termogulasi pada hipotalamus distimulasi oleh endogen pirogen yang diaktivasi oleh endotoksin bakteri pelepasan granulosit, monosit dan makrofag.

Gejala Infeksi

Gejalan yang muncul pada proses inflamsi terlihat pada beberapa tingkatan dan tidak selalu terlihat pada semua penderita dengan infeksi.  Gejala-gejala tersebut berupa: Rubor atau kemerahan terlihat pada daerah permukaan infeksi yang merupakan akibat vasodilatasi. Tumor atau odema merupakan pembengkakan daerah infeksi. Kalor atau panas merupakan akibat aliran darah dan meningkatnya metabolisme. Dolor atau rasa sakit, merupakan akibat ransangan pada saraf sensorik yang sebabkan pembengkakan atau perluasan jaringan infeksi. 

Limphadenopati

Pada infeksi akut, kalenjar limfe membesar, lunak dan sakit. Kulit di sekitarnya memerah dan jaringan yang berhubungan membengkak. Pada infekksi kronis perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras tergantung derajat inflamsi, seringkali tidak lunak dan pembengkakan jaringan di sekitarnya biasanya tidak terlihat. Lokasi perbesaran kelenjar limfe merupakan daerah indikasi terjadinya infeksi. 


Rencana Perawatan

Sebelumnya kita terlebih dahulu mengetahui prinsip penanganan infeksi yaitu:

1. Penilaian berat ringannya infeksi
2. Evaluasi dari tingkatan mekanisme pertahanan tubuh
3. Menentukan apakah penderita memerlukan perawatan spesialis
4. Lakukan intervensi bedah
5. Berikan terapi suportif
6. Pilih antibiotik yang sesuai
7. Evaluasi dan monitor keadaan penderita

Berdasarkan prinsip-prinsip diatas maka perawatan infeksi orofacial yang disebabkan oleh infeksi odontogenik pertama-tama harus ditujukan pada eliminasi simtom akutnya. Dalam hal ini penilaian stadium infeksi, pengambilan keputusan yang tepat untuk memberikan antibiotika, melakukan insisi untuk drainase atau menghilangkan penyebab infeksi sangat menentukan perkembangan infeksi selanjutnya.

Infeksi odontogenik yang disertai dengan keadaan gawat darurat perlu ditangani secepatnya. Adapun dasar-dasar perawatannya sebagai berikut :

Penanganan gawat darurat.

Kondisi penderita yang  cukup buruk perlu dirawat inap rumah sakit dan perlu diinfus untuk mengatasi dehidrasi. Jangan lupa awasi tanda-tanda vital, pemeriksaan laboratorium, kultur specimen.

Penanganan infeksi

Mengingat uji kultur  dan uji kepekaan belum diketahui maka digunakan terapi empiris yaitu Penisilin yang efektif terhadap bakteri aerob dan anaerob. Bila infeksi mereda sampai 2-3 hari berarti antibiotika secara empiris yang digunakan telah memadai. Bila tidak maka digunakan antibiotika hasil uji kepekaan.

Perawatan jaringan infeksi

Bila fluktuasi positif maka segera lakukan insisi untuk drainase Tujuan utama tindakan pembedahan adalah menghilangkan sumber infeksi (pulpa nekrosis/saku periodontal yang dalam), memberikan drainase untuk kumpulan pus dan jaringan nekrotik dan mengurangi ketegangan jaringan sehingga meningkatkan aliran darah dan zat-zat yang berguna untuk pertahanan tubuh pada lokasi infeksi.


Perawatan gigi sumber infeksi

Setelah tanda-tanda inflamasi mereda, gigi yang merupakan infeksi primer, segera lakukan ekstraksi, bila perlu kuretase sampai jaringan nekrosis pada soket bekas ekstraksi bersih.

Why Asians Are Less Creative Than Westerners


Prof. Ng Aik Kwang dari University of Queensland dalam bukunya "Why Asians Are Less Creative Than Westerners " (2001) yang dianggap kontroversial tapi menjadi BEST SELLER mengemukakan beberapa hal  di bawah ini yang telah membuka mata dan pikiran banyak orang Asia:

  1. Bagi orang Asia, ukuran sukses dalam hidup adalah banyaknya materi yang dimiliki (rumah, mobil, uang, dan harta lain). Passion (Rasa cinta terhadap sesuatu) tidak dihargai. Sebagai akibatnya, bidang kreativitas kalah populer oleh profesi dokter, lawyer, dan sejenisnya yang dianggap lebih cepat bisa menjadikan seseorang untuk memiliki kekayaan banyak.
  2. Bagi orang Asia, banyaknya kekayaan yang dimiliki lebih dihargai daripada cara untuk memperoleh kekayaan tersebut. Tidak heran bila cerita, novel, sinetron atau film yang disukai adalah yang bertema orang miskin menemukan harta karun, atau dijadikan istri oleh pangeran dan sejenis itu. Tidak heran pula bila perilaku koruptif pun ditolerir/diterima sebagai sesuatu yang wajar.
  3. Bagi orang Asia, pendidikan identik dengan hafalan berbasis "kunci jawaban" bukanpengertian. Ujian Nasional, Tes Masuk Perguruan Tinggi, dll semua berbasis hafalan. Sampai tingkat sarjana, mahasiswa diharuskan hafal rumus-rumus ilmu pasti dan ilmu hitung lainnya bukan diarahkan untuk memahami kapan dan bagaimana menggunakan rumus-rumus tersebut.
  4. Karena berbasis hafalan, murid-murid sekolah di Asia dijejali sebanyak mungkin pelajaran. Mereka dididik menjadi "Jack of All Trades, But Master of None" (Tahu sedikit tentang banyak hal tetapi tidak menguasai apapun).
  5. Karena berbasis hafalan, banyak pelajar Asia bisa jadi juara dalam Olimpiade Fisika dan Matematika. Tapi hampir tidak pernah ada orang Asia yang menang Nobel atau Hadiah Internasional lainnya yang berbasis inovasi dan kreativitas.
  6. Orang Asia takut salah (kiasi) dan takut kalah (kiasu). Makanya sifat eksploratif untuk memenuhi rasa penasaran dan keberanian untuk mengambil resiko kurang dihargai
  7. Bagi orang Asia, bertanya artinya bodoh. Makanya rasa penasaran tidak mendapat tempat dalam proses pendidikan di sekolah.
  8. Karena takut salah dan takut dianggap bodoh, di sekolah atau dalam seminar/workshop peserta jarang mau bertanya tetapi setelah sesi berakhir peserta mengerumuni guru/narasumber untuk meminta penjelasan tambahan. 



sumber: http://www.goodreads.com 



Agensi Theory




BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pengelolaan perusahaan meruapakan salah satu permasalahan dalam yang dihadapi pemilik bisnis. Kondisi ini menyebabkan pemilik tidak dapat mengelola sendiri, akibatnya tanggung jawab pengelolaan perusahaaan di limpahkan pada pihak kedua, sehingga terjadilah pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan antara pemilik sebagai prinsipal (principle) dan manajer sebagai agen (Agent).

Pemisahan kepemilikan dan pengendalian tersebut dapat menyebabkan manajer bertindak tidak sesuai dengan kegiatan prinsipal. Dalam melaksanakan tugas manajerial, manajer memiliki tujuan pribadi yang bersaingan dengan tujuan prinsipal didalam memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Manajer membebankan biaya kepada perusahaan sehingga mengurangi keuntungan dan pembayaran dividen. Konflik yang disebabkan oleh pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan disebut sebagai konflik keagenan (agency conflict).

Menurut teori keagenan, agen memiliki kesempatan untuk memaksimalkan kesejahteraannya sendiri dengan mengorbankan kepentingan pemegang saham, debtholders, dan pihak pengontrakan lainnya (principals). Teori tersebut menjelaskan perusahaan merupakan nexus of contract yakni tempat bertemunya kontrak antar berbagai pihak yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. 

Hubungan keagenan sebagai hubungan yang timbul karena adanya kontrak yang ditetapkan antara prinsipal yang menggunakan agen untuk melakukan jasa yang menjadi kepentingan prinsipal dalam hal terjadi pemisahan kepemilikan dan kontrol perusahaan. 

Secara garis besar (Jensen dan Meckling,1976) menggambarkan dua macam bentuk hubungan keagenan, yaitu antara manajer dengan pemegang saham (shareholders) dan antara manajer dengan pemberi pinjaman (bondholders). Hubungan kontraktual ini agar dapat berjalan lancar, prinsipal memberikan otoritas kepada agen dan hubungan ini perlu diatur dalam suatu kontrak yang dinyatakan dalam laporan keuangan sebagai dasarnya. 



1.2. Tujuan


Untuk menjelaskan pengaruh agency theory terhadap stakeholders.


BAB 2 Tinjauan Teoritis

2.1. Teori Keagenan (Agency Theory)


Salah satu tujuan perusahaan adalah untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Tujuan tersebut seringkali hanya bisa dicapai apabila tanggung jawab pengelolaan perusahaan diserahkan kepada para profesional, dikarenakan para pemilik modal memiliki banyak keterbatasan. Dengan menyerahkan pengelolaan perusahaan tersebut kepada pada profesional, diharapkan mereka dapat menutup keterbatasan yang ada. Para profesional ini disebut dengan manajer atau agen. manajer diberi kekuasaan oleh pemilik perusahaan, yaitu pemegang saham, untuk membuat keputusan, dalam hal ini menciptakan konflik potensial atas kepentingan yang disebut dengan teori agen (agency theory)..

Menurut Jensen dan Meckling (1976) agency theory adalah sebuah kontrak antara karyawan (agen) dengan manajer (prinsipal). Agar hubungan kontrak ini dapat berjalan dengan lancar, pemilik akan mendelegasikan otoritas pembuatan keputusan kepada manajer. Perencanaan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen dalam hal konflik kepentingan inilah yang merupakan inti dari agency theory.

Selain itu (Eisenhardt, 1989) mengemukakan teori keagenan ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan. Pertama adalah masalah keagenan yang timbul pada saat (a) keinginan-keinginan atau tujuan-tujuan dari prinsipal dan agen berlawanan dan (b) merupakan suatu hal yang sulit atau mahal bagi prinsipal untuk melakukan verifikasi tentang apa yang benar-benar dilakukan oleh agen. Kedua adalah masalah pembagian resiko yang timbul pada saat prinsipal dan agen memiliki sikap yang berbeda terhadap resiko. Dengan demikian, prinsipal dan agen mungkin memiliki preferensi tindakan yang berbeda dikarenakan adanya perbedaan preferensi resiko.


2.2. Penyebab Konflik Keagenan


Crutchley dan Hansen, (1989) mengemukakan Investor memilih resiko tinggi untuk mendapatkan return tinggi sedangkan manajer memilih resiko rendah untuk mempertahankan posisi atau sebaliknya di dalam perusahaan. 

Penunjukkan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan, menurut Jensen dan Meckling (1976) akan memunculkan perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Perbedaan sangat mungkin terjadi karena para pengambil keputusan tidak perlu menanggung resiko sebagai akibat adanya kesalahan dalam pengambilan keputusan bisnis, begitu pula jika mereka tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan. Resiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh para pemilik. Karena tidak menanggung resiko dan tidak mendapat tekanan dari pihak lain dalam mengamankan investasi para pemegang saham, maka pihak manajemen cenderung membuat keputusan yang tidak optimal. Kondisi ini akan menimbulkan masalah keagenan

Masalah keagenan antara pemegang saham dengan manajer, potensial terjadi jika manajer memiliki kurang dari 100% saham perusahaan. Karena tidak semua keuntungan akan dapat dinikmati oleh manajer maka mereka tidak berkonsentrasi pada maksimisasi kemakmuran pemegang saham.

. Menurut Demsey dan Laber (1993) Masalah keagenan banyak dipengaruhi oleh insider ownership. Insider ownership adalah pemilik perusahaan sekaligus menjadi pengelola perusahaan. Semakin besar insider ownership, perbedaan kepentingan antara pemegang saham (pemilik) dengan pengelola perusahaan semakin kecil, mereka akan bertindak lebih hati-hati karena mereka akan ikut menanggung konsekuensi dari tindakan yang dilakukan. Apabila insider ownership kecil, yang berarti hanya sedikit jumlah pemegang saham yang ikut terlibat dalam mengelola perusahaan maka semakin tinggi kemungkinan munculnya masalah keagenan karena perbedaan kepentingan antara pemilik saham dengan pengelola perusahaan semakin besar.

2.3. Akibat Konflik Keagenan


Hubungan antara dividen dengen kepemilikan manajerial dipahami melalu free cash flow hypothesis (Jensen, 1986). Perusahaan dalam menggunakan cash flow dari net present value yang positif memicu konflik keagenan. Konflik ini terjadi karena manajer dengan persentase kepemilikan saham kurang dari 100% menggunakan cash flow untuk kepentingan yang tidak menguntungkan bagi perusahaan. Tindakan tersebut mengakibatkan kas digunakan untuk kepentingan outsider stockholder dan mengurangi kas yang digunakan untuk mengembangkan perusahaan Berdasarkan permasalahan ini diperlukan suatu mekanisme dalam memotivasi manajer sehingga mengalokasikan kelebihan cash flow pad aktifitas yang tepat, seperti meningkatkan Dividen payout ratio (DPR). 

Selain itu Pemegang saham yang semakin menyebar kurang efektif dalam monitoring dan sulit untuk melakukan kontrol terhadap perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976). Akibatnya masalah keagenan muncul terutama karena adanya informasi yang asimetri. Sebaliknya pemegang saham yang semakin terkonsentrasi pada satu atau beberapa pemegang saham saja akan mempermudah kontrol terhadap kebijakan yang diambil pengelola perusahaan sehingga dapat mengurangi asymmetric information dan mengurangi masalah keagenan.

Dari perbedaan kepentingan itu maka timbullah konflik yang biasa disebut konflik agensi. Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait tersebut. Akibat dari munculnya mekanisme pengawasan tersebut menyebabkan timbulnya suatu biaya yang disebut dengan agency cost. 

Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan permasalahan keagenan ditandai dengan adanya perbedaan kepentingan dan informasi yang tidak lengkap (asymetry information) di antara pemilik perusahaan (principal) dengan agen (agent). Sebagai Hasilnya akan timbul apa yang dinamakan biaya keagenan (agency cost) yang meliputi monitoring costs, bonding costs, dan residual losses. Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh principal untuk memonitor perilaku agen, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agen. Contoh biaya ini adalah biaya audit dan biaya untuk menetapkan rencana kompensasi manajer, pembatasan anggaran, dan aturan-aturan operasi. Sementara bonding cost adalah biaya yang ditanggung oleh agen untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen yang bertindak untuk kepentingan principal, misalnya biaya yang dikeluarkan oleh manajer termotivasi meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemegang saham. Contoh bonding cost misalnya biaya yang dikeluarkan oleh manajer untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemegang saham. Pemegang saham hanya akan mengijinkan bonding cost terjadi jika biaya tersebut dapat mengurangi monitoring cost. Sedangkan residual loss timbul dari kenyataan bahwa agen kadangkala berbeda dari tindakan yang memaksimumkan kepentingan prinsipal.



2.4 Penanganan Konflik Keagenan


Ada beberapa cara untuk mengurangi konflik keagenan, yaitu 

a. Peningkatan kepentingan manajerial 


Peningkatan kepentingan manajerial digunakan sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan. perusahaan meningkatkan kepemilikan manajerial untuk mensejajarkan kedudukan manajerial dengan pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan peningkatan persentase kepemilikan, manajer termotivasi meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham (Crutchley dan Hansen, 1989).


b. Kepemilikan institusional sebagai agen pengawas


Kepemilikan institusional dapat digunakan sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan antara pemegang saham dan manajer. Pada beberapa penelitian institusional digunakan sebagai variabel kontrol terhadap kepemilikan manajerial. Hal ini disebabkan karena manajer tidak dapat mempengaruhi persentase saham yang dimiliki oleh institusi, tetapi kepemilikan institusional berpengaruh dalam menentukan kepemilikan manajerial maupun penggunaan hutang (Crutchley dan Hansen, 1989).


c. Meningkatkan Pendanaan Melalui Hutang


Penggunaan hutang diharapkan dapat mengurangi konflik keagenan. Penambahan hutang dalam struktur modal mengurangi penggunaan saham sehingga mengurangi biaya keagenan ekuitas. Perusahaan memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan membayar beban bunga secara periodik. Kondisi ini menyebabkan manajer bekerja keras untuk meningkatkan laba sehingga dapat memenuhi kewajiban dari penggunaan hutang. Sebagai konsekuensinya dari kebijakan ini perusahaan menghadapi biaya keagenan hutang dan resiko kebangkrutan (Crutchley dan Hansen, 1989).

d. Kebijakan Dividen


Kebijakan dividen merupakan keputusan yang sangat penting dalam perusahaan. Kebijakan ini akan melibatkan dua pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda, yaitu pihak pertama para pemegang saham dan pihak kedua perusahaan itu sendiri (manajemen). Dividen diartikan sebagai pembayaran kepada pemegang saham oleh perusahaan atas keuntungan yang diperoleh. Menurut Crutchley dan Hansen (1989), peningkatan dividen diharapkan dapat mengurangi biaya keagenan. Hal ini disebabkan DPR (dividen payout ratio) besar menyebabkan rasio laba ditahan kecil dan perusahaan menambah dana dari sumber eksternal, seperti emisi saham baru. Penambahan dana menyebabkan kinerja manajer dimonitor oleh bursa, komisi sekuritas, dan penyedia dana baru. Pengawasan kinerja menyebabkan manajer bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham sehingga mengurangi biaya keagenan.

e. Tingkat Risiko


Tingkat resiko dapat digunakan untuk mengurangi konflik keagenan. Menurut Demsetz dan Lehn (1985), risiko berpengaruh positif dan negatif terhadap kepemilikan manajerial. Pada tingkat risiko tinggi perusahaan sulit mengawasi kondisi eksternal sehingga meningkatkan kepemilikan manajerial sebagai cara untuk mengawasi kondisi internal. Pada tingkat risiko yang semakin meningkat, manajer tidak berani untuk menanggung resiko (risk aversion) sehingga melakukan diversifikasi pada kesempatan investasi yang menguntungkan. Selanjutnya Crutchley dan Hansen (1989),membuktikan hubungan kausal positif antara risiko dan kepemilikan manajerial dapat mengurangi konflik keagenan. Cara tru menyebabkan manajer memiliki kekuasaan dalam mengambil keputusandan termotivasi untuk meningkatkan kemakmuran pemegang saham.

f. Kebijakan lnsentif


Manajer dapat dimotivasi untuk bertindak demi kepentingan pemegang saham melalui pemberian insentif berupa imbalan atas kinerja yang baik dan hukuman untuk kinerja yang buruk.


f.        Mekanisme untuk Mengurangi Masalah Agensi
Untuk mengurangi kesempatan manajer melakukan tindakan yang merugikan investor luar, Jensen dan Meckling (1976) mengidentifikasi ada dua cara yaitu investor luar melakukan pengawasan (monitoring) dan manajer sendiri melakukan pembatasanpembatasan atas  tindakan–tindakannya (bonding).  Pada satu sisi, kedua kegiatan tersebut akan mengurangi kesempatan penyimpangan oleh manajer sehingga nilai perusahaan akan meningkat sedangkan pada sisi yang lain keduanya akan memunculkan biaya sehingga akan mengurangi nilai perusahaan.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa calon investor akan mengantisipasi adanya kedua biaya tersebut ditambah dengan kerugian yang masih muncul meskipun sudah ada monitoring dan bonding, yang disebut residual cost. Antisipasi atas ketiga biaya yang didefinisikan sebagai biaya agensi ini nampak pada harga saham yang terdiskon saat perusahaan menjual sahamnya.
Mekanisme monitoring bisa  dilakukan  dengan  pembentukan dewan  komisaris, pasar corporate control, pemegang saham besar, kepemilikan terkonsentrasi dan pasar manajer. Mekanisme kontrol dilakukan dengan peningkatan kepemilikan manajer dan bonding dengan meningkatkan hutang dan meningkatkan deviden.




BAB KESIMPULAN

            Agency theory  adalah sebuah kontrak antara karyawan (agen) dengan manajer  (prinsipal). Agar hubungan kontrak ini dapat berjalan dengan lancar, pemilik akan mendelegasikan otoritas pembuatan keputusan kepada manajer. Penunjukkan   manajer   oleh   pemegang saham   untuk   mengelola perusahaan,  akan memunculkan perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham.   
Perbedaan   sangat mungkin  terjadi  karena  para  pengambil keputusan tidak perlu menanggung resiko sebagai akibat adanya  kesalahan dalam pengambilan   keputusan bisnis, begitu pula jika mereka tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Perencanaan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan  kepentingan prinsipal dan agen  dalam hal konflik kepentingan inilah yang merupakan inti dari  agency theory.




STUDI EMPIRIS

Judul                : Pengaruh Corporate Governance Terhadap Efektifitas
Mekanisme Pengurang Masalah Agensi
Pengarang        : Zaenal Arifin & Nina Rachmawati
Jurnal Siasat Bisnis Vol. 11 No. 3, DESEMBER 2006: 237 – 247

Populasi penelitian ini  adalah  perusahaan-perusahaan yang  terdaftar  di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Sampel penelitian adalah seluruh perusahaan non keuangan dari tahun 2001 2004. Pemilihan perusahaan non keuangan dilakukan karena dalam penelitian ini ada variabel debt ratio yang kurang pas jika diterapkan pada perusahaan keuangan. Sampel dimulai tahun 2001 karena data tentang skor corporate governance baru ada sejak tahun 2001.
            Penelitian  in mengajukan  pertanyaan  apakah   corporate   governance berpengaruh terhadap efektifitas mekanisme pengurang masalah agensi. Nilai corporate governance diambil dari majalah SWA dan variabel mekanisme pengurang masalah  agensi  adalah  mekanisme  bonding  dengan  peningkatadeviden  dan hutang, serta mekanisme monitoring oleh dewan komisaris independen. Hasil uji empiris menunjukkan bahwa nilai corporate governance perpengaruh terhadap efektifitas mekanisme hutang, meskipun arahnya berkebalikan dari toeri. Pada perusahaan yang bagus corporate governance-nya, peningkatan porsi hutang tidak mempengaruhi masalah  agensi  namun  pada  perusahaayang  buruk  corporate governance-nya, peningkatan hutang akan meningkatkan masalah agensi. Faktor realtif  tingginya  porsi  hutang  di  perusahaan  yang  terdaftar  di  BEJ  bisa  jadi merupakan salah satu penyebabnya. Sementara itu dua mekanisme yang lain yaitu dividen dan dewan komisaris independen terbukti tidak efektif untuk mengurangi maslaah agensi baik pada perusahaan yang bagus maupun yang buruk corporate governance-nya.




Judul                : Agency Cost pada Perusahaan Keluarga dan Non Keluarga
Penulis             : Layyinatur robaniyah, Rachmat Sudarsono, Desi Fitriyana
  Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran, Bandung
  Jurnal Siasat Bisnis Vol 18 No 2, Juli 2014 hal 169-79



Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh agency cost terhadap kinerja perusahaan pada perusahaan keluarga dan non keluarga. Agency cost dalam penelitian ini diproksikan dengan expense ratio dan asset utilization ratio, sementara itu kinerja perusahaan diproksikan dengan rasio Tobins Q. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 32 perusahaan dengan struktur kepemilikan keluarga dan 22 perusahaan dengan struktur kepemilikan non keluarga yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2008-2010. Dengan analisis regresi data panel diperoleh hasil bahwa expense ratio memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap kinerja perusahaan. Sementara itu, untuk asset utilization ratio memiliki pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Lebih lanjut, dengan efek moderasi, kepemilikan keluarga dapat memperlemah pengaruh negatif agency cost yang diproksikan dengan expense ratio dan dapat memperlemah pengaruh positif agency cost yang diproksikan dengan asset utilization ratio terhadap kinerja perusahaan

Daftar Pustaka



Ahmad, AW dan S Yossi. 2008. Konflik Keagenan: Tinjauan Teoritis dan Cara Menguranginya Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 3 No.2 Desember hal 47-55

Crutchley, C.E, dan Hansen. 1989. A Test Of The Agency Theory Of Managerial Ownership, Corporate Leverage, And Corporate Dividends. Financial Management 18, hal 36-46.

Demsetz, H dan K. Lehn. 1985. The Structure Of Corporate Ownership: Causes And Consequences. Journal of Political Economy 93. Hal 1155-1177.

Demsey, S and L. Gene. 1993. Effect Of Agency And Transcation Costs On Dividend Payout Ratio. The Journal Of Finance Research, Vol. xv, no,4 winter.

Jensen, M., dan W.H. Meckling. 1976. Theory Of The Firm: Magerial Behavior, Agency Cost And Ownership Structure. Journal Of Financial Economics 3. Hal. 305- 360.

Jensen, M. 1986. Agency Cost Of Free Cash Flow, Corporate Finance And Take Overs. American Economics Review, Vol. 76. Hal 323-326.